Kamis, 08 Oktober 2015

PENGERTIAN KEINDAHAN DALAM SENI-ESTETIKA KLASIK BARAT



DAN KERAJINAN
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Seni Rupa yang dibina oleh Mohammad Reyhan F, M.Pd

g.jpg

KELOMPOK 4
Disusun oleh :
1.        Lailatul Kodriyah                  (14186206089)
2.        Galih Esti Windari                (14186206090)
3.        Arif Eko Afandi                    (14186206091)
4.        Ariyanti Budi Puspitasari      (14186206092)
5.        Hindri Handayani                 (14186206326)

Kelas : 3C

STKIP PGRI TULUNGAGUNG
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
TAHUN AJARAN 2015 /2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur selaku penulis kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmad dan hidayahnya sehingga makalah Pendidikan Seni Rupa tentang “Pengertian Estetika dan Perkembangannya”  ini dapat diselesaikan. Solawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Serta kepada para sahabatnya dan kepada seluruh umatnya.
            Di dalam penyusunan makalah ini ternyata kami selaku penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan maupun kekilafan dan juga bantuan dari guru pembimbing kami.Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu dosen pendamping STKIP PGRI Tulungagung serta Ibu dan  Ayah kami tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan bantuan material maupun spiritual.
           Penulis berharap bahwa makalah ini dapat menjadi penunjang perkembangan ilmu dan ketrampilan kami sebagai mahasiswa, sehingga kami dapat menjadi mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang luas serta mampu berfikir kreatif, inovatif dan berguna bagi bangsa dan Negara.
Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah kami ini belum sempurna, untuk itu saran dan kritik dari semua pihak yang sangat kami harapkan agar menjadi bekal  pengetahuan kami untuk membuat makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang.




Tulungagung,  9 Oktober 2015



            Penyusun



DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………….…………………..…........….1
Kata Pengantar…………………………………..…………………..….......…2
Daftar Isi…………………………………………….………………….....…....3
BAB I PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang………………………………………………….…........4
1.2.            Rumusan Masalah…………………………………………………....…4
1.3.            Tujuan Penulisan …………………………………...……………….....4
BAB II PEMBAHASAN
2.1.     Pengertian Keindahan dalam Seni………………………………....…..5
2.2.      Estetika Klasik Barat (seni adalah Mimesis)…………………...…....…7
BAB III PENUTUP
3.1.      Kesimpulan………………………………….........….......................….12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………..........……………13










BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seni mempunyai usia yang lebih kurang sama dengan keberadaan manusia di muka bumi ini. Dalam usia yang sangat tua, seni telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan budaya manusia di berbagai belahan bumi, dengan beraneka macam bentuk dan jenis. Walaupun orang telah akrab dengan istilah  'seni', namun terkadang masih belum jelas tentang 'apakah definisi seni itu'.
Definisi seni yang sederhana dan sering dilontarkan oleh publik secara umum ialah segala macam keindahan yang diciptakan manusia. Orang memandang bahwa seni merupakan karya keindahan yang menimbulkan kenikmatan. Kenikmatan meliputi aspek kepuasan jasmani-rohani, yang muncul setelah terjadi respon kepuasan dalam jiwa manusia, baik sebagai pencipta (kreator) ataupun penikmat (apresiator).
Pembelajaran teori seni rupa berfokus pada pembinaan aspek kognitif (pengetahuan) kesenirupaan yang bertujuan memberikan pemahaman kepada siswa tentang berbagai aspek dari seni rupa meliputi pengertian dan jenis-jenis karya seni rupa, teknis penciptaan berbagai jenis karya seni rupa yang menyangkut pengetahuan tentang bahan, alat dan prosedur kerja, aspek kesejarahan yang membahas mengenai perkembangan seni rupa dari masa ke masa, faktor yang mempengaruhi, dan riwayat hidup seniman. Tentunya, tingkatan pemahaman pengetahuan ini bersifat berjenjang dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sehingga siswa lebih memahami tentang estetika seni dan perkembangannya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian keindahan dalam seni?
2.      Bagaimana estetika klasik barat?

1.3  Tujuan pembelajaran
1.      Untuk mengetahui pengertian keindahan dalam seni
2.      Untuk mengetahui estetika klasik barat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.     Pengertian Keindahan dalam Seni
Keindahan (beauty) merupakan pengertian seni yang telah diwariskan oleh bangsa Yunani dahulu. Plato misalnya, menyebut tentang watak yang indah dan hukuman yang indah. Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah. Bangsa Yunani juga mengenal kata keindahan dalam arti estetis yang disebutnya "symmetria" untuk keindahan visual, dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (auditif). Jadi pengertian keindahan secara luas meliputi keindahan seni, alam, moral, dan intelektual.
Herbert Read dalam bukunya The Meaning of Art merumuskan keindahan sebagai suatu kesatuan arti hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita. Thomas Aquinas merumuskan keindahan sebagai suatu yang menyenangkan bila dilihat. Kant secara eksplisit menitik beratkan estetika kepada teori keindahan dan seni. Teori keindahan adalah dua hal yang dapat dipelajari secara ilmiah maupun filsafati. Di samping estetika sebagai filsafat dari keindahan, ada pendekatan ilmiah tentang keindahan. Yang pertama menunjukkan identitas obyek artistik, yang kedua obyek keindahan.
Ada dua teori tentang keindahan, yaitu yang bersifat subyektif dan obyektif. Keindahan subyektif ialah keindahan yang ada pada mata yang memandang. Keindahan obyektif menempatkan keindahan pada benda yang dilihat.
Definisi keindahan tidak mesti sama dengan definisi seni, atau berarti seni tidak selalu dibatasi oleh keindahan. Menurut kaum empiris dari jaman Barok, permasalahan seni ditentukan oleh reaksi pengamatan terhadap karya seni. Perhatian terletak pada penganalisisan terhadap rasa seni, rasa indah, dan rasa keluhuran (keagungan). Reaksi atas intelektualisme pada akhir abad ke-19 yang dipelopori oleh John Ruskin dan William Moris adalah mengembalikan peranan seni (ingat kelahiran gerakan Bauhaus yang terlibat pada perkembangan seni dan industri di Eropa). Dari pandangan tersebut jelas bahwa permasalahan seni dapat diselidiki dari tiga pendekatan yang berbeda tetapi yang saling mengisi. Di satu pihak menekankan pada penganalisisan obyektif dari benda seni, di pihak lain pada upaya subyektif pencipta dan upaya subyektif dari apresiator.
Bila mengingat kembali pandangan klasik (Yunani) tentang hubungan seni dan keindahan, maka kedua pendapat ahli di bawah ini sangat mendukung hubungan tersebut, Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan sebagai sifat obyektif dari bentuk(l'esthetique est la science du beau). Lipps berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyetif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones).
Keindahan dalam arti artistik disebut juga dengan keindahan seni yang merupakan pengutaraan isi jiwa atau perasaan sang penciptanya. Isi jiwa manusia dapat berbentuk rasa indah, rasa lucu (kosmis), rasa sedih (tragis) rasa gaib (magic) dan sebagainya. Hasil karya seni mencerminkan isi jiwa sang penciptanya dan mengungkapkan keindahan dalam arti artistik (seni).
Keindahan seni sendiri dapat disalurkan melalui lukisan, lagu, karya sastra, patung dan masih banyak lagi mengenai penyaluran dari keindahan seni ini. Kita juga dapat menciptakan sebuah keindahan seni melalui lukisan tentang keindahan alam, lalu tarian yang gerakannya menunjukkan keindahan dan lagu yang merupakan perasaan dan pikiran kita. Pada dasarnya seni itu lahir dari curahan emosi seseorang yang berupaya berkomunikasi dengan publlik seni, jadi apapun hasilnya, yang penting di dalamnya terdapat proses berekspresi seni dan komunikasi emosi dengan menggunakan media seni. Jika kita mempersoalkan keindahan, ada dua kategori yang saling bertentangan. Yang satu bersifat subyektif, yang memandang bahwa indah itu terletak pada diri yang melihat (beauty is in the eye of the beholder). Sedangkan yang satu lagi bersifat obyektif, yang menempatkan keindahan pada barang (benda/karya) seni yang kita lihat.


2.2       Estetika Klasik Barat : Seni adalah Mimesis
Estetika merupakan segala hal yang menyangkut keindahan yang ada pada penglihatan seseorang. Pandangan itu sendiri dianggap sebagai sesuatu yang bersifat relatif dan tidak bisa dipastikan sama. Tapi di dalamnya, terdapat dua nilai penting yang perlu diketahui, yaitu :
1.      Nilai instrinsik, yaitu nilai yang terkandung dari dalam suatu keindahan.
2.      Nilai ekstrinsik, yaitu nilai yang terlihat dari luar.
Untuk nilai instrinsik biasanya dapat dirasakan dan dimengerti dari dalam hati oleh penikmat atau penerimanya, sedangkan nilai ekstrinsik dapat dilihat secara langsung dan kasat mata. Misalnya pada pementasan tari, tampak gerakan lembut yang ditunjukkan penari, hal itulah yang disebut dengan nilai ekstrinsik. Sedangkan penghayatan gerak dalam pertunjukkan dari tersebut adalah nilai instrinsik yang dapat diterima para audiens sehingga semua mata yang melihatnya mengerti akan alur cerita dari pementasan tersebut. Itulah yang dimaksud dengan estetika jika disangkut pautkan dengan dunia seni.
Dalam perkembangan estetika klasik barat seni sering dibicarakan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan konsepsi rasionalitas. Konsep rasionalitas dalam perkembangan seni ini bermula ketika digunakannya konsep yang terlihat oleh mata dijadikan dasar dalam mengolah bentuk-bentuk seni (reproduksi alam). Pandangan seni yang berusaha untuk menggambarkan alam sekitar dengan tertib ini bermula di Yunani pada sekitar abad keenam sebelum masehi (bersamaan waktu perpindahan kedua nenek moyang orang Indonesia dari Yunan Asia Tenggara). Seni bagi orang Yunani pada masa itu adalah tiruan alam atau disebut “mimesis”.
Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunani Kuno, hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk  menganalisis seni selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi seni yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik seni yang lain. Mimesis berasal  bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan.
Plato menempatkan seni (yang sekarang dianggap sebagai suatu karya indah) sebagai suatu produk imitasi (mimesis). Karya imitasi (seni) tersebut harus memiliki keteraturan dan proporsi yang tepat. Aristoteles memandang estetika sebagai "the poetics" yang terutama merupakan kontribusi terhadap teori sastra daripada teori estetika. Sebenarnya secara prinsip Aristoteles dan Plato berpandangan sama yaitu membuat konklusi bahwa seni merupakan proses produktif meniru alam. Aristoteles juga mengembangkan teori "chatarsis" sebagai suatu serangan kembali terhadap pendapat Plato. Chatarsis, dalam bentuk kata Indonesia "katarsis" adalah penyucian emosi-emosi menakutkan, menyedihkan dan lain-lain.
Patung karya Pheidias, zaman Yunani Klasik. Estetika Klasik: Naturalisme
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSBfu-2Otag2J86sdKEStKW6FqGeVUZfJz8DDJ8bD6g8Oh2LrzV1g     https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/92/Athena_reconstruction.jpg/200px-Athena_reconstruction.jpg
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTcB0Ek_72ybudw9az6C2utM8kQjdcjEKswg4zQPyFmv0g5eVgN       https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8XnCewaJ3f2bF6MXb3Yn4EHFd4v2435FLCdDy93Ej2KH1y0Bvp40kVGWt0okP6FAsgdAORFbQYBEH0MGN8551x8cTboUV84M4flfak3EmZLUvIgjjJvBa4QLLvzZOUzyE2utqKuJdLnV9/s1600/New+Picture.jpg
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRg2jQoYnIivnVCnBHdjoBdeuPX0kAiCbEoDNqDhtMPQp9lkTyJ
Seniman tidak mengimitasi realita maupun alam, tetapi merepresentasikan alam atau realita itu. Menurut pandangan ini, mimesis adalah gambaran dari apa yang memungkinkan, jadi hasil karya seni tersebut bisa juga menjadi tidak realistis. Aristoteles menganggap tragedy Yunani sebagai puncak dari mimesis. Didalam tragedi Yunani, nasib manusia sudah diatur. Berdasarkan cerita-cerita mitologi, intinya adalah bukan untuk meniru realitas sehari-hari, tetapi untuk menggambarkan takdir manusia sedemikian rupa sehingga pengamat itu bisa dikatakan tercerahkan (pemikirannya dicuci). Aristoteles menyebut ‘penyucian’ ini sebagai “catharis”. Meskipun Plato dan Aristoteles memiliki pendapat / konsep yang berbeda terhadap mimesis dan memiliki pendapat yang berbeda atas evaluasi mereka terhadap tragedi Yunani, mereka setuju bahwa tragedi Yunani adalah permasalahan dari imitasi.
Plato menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Idea oleh manusia hanya dapat diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. Idea bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah. Plato sangat memandang rendah seniman. Berdasarkan pandangan Plato, ia membuat perbandingan antara seniman dengan pengrajin. Menurutnya pengrajin membuat suatu citra mental dari bentuk ideal & menggunakannya sebagai modal untuk membuat suatu produk yang lebih spesifik, yang bisa diindrai, nyata dan siap digunakan.
Plato kemudian membuat 3 langkah dalam pembuatan karya, yaitu :
  1. Bentuk sempurna dari ranjang dibuat oleh Tuhan
  2. Ranjang tersebut dibuat oleh tikang kayu
  3. Lalu pelukis mengkopi gambar rajang tersebut.
Plato juga mengkategorikan kegiatan pengrajin yang sekarang kita golongkan sebagai Fine Art. Menurutnya yang menjadi titik tolak ukur dalam seni adalah antara seni yang produktif dengan seni yang imitatif. Karena seni yang imitatif tidak mengkontribusikan sesuatu untuk dunia, menurut Plato  mereka tidaklah berguna.
Plato menyadari sifat ilusinasi dari gambar, jadi Plato membedakan dua aspek penting dari mimesis atau imitasi, yaitu :
  1. Seniman menciptakan gambar berdasarkan kenyataan yang bisa di indrai, yang nyata.
  2. Hasil karya seni tersebut tidaklah nyata. Berdasarkan sudut pandang ini, plato membedakan kembali antara pengrajin dengan seniman, antara seni yang produktif dangan seni yang imitatif. Ketika pengrajin membuat (produce) sesuatu, seniman hanya membuat gambar dan ilusi (phantasms)  dan hal tersebut tidaklah nyata.
Dunia ide tidak hanya ada untuk kesempurnaan, untuk realitas yang sebenarnya, tetapi juga untuk kebenaran, yang menurut Plato adalah tolak ukur dari keindahan. Dengan kata lain yang benar itulah yang indah. Keindahan yang tertinggi tidak akan ditemukan di jasmani ataupun rohani, tetapi murni dari bentuk atau ide. Karya seni tidak lebih dari sebuah imitasi dari imiartasi lainnya, atau tiruan dari tiruan, dan seniman itu sendiri tidak lebih dari seorang imitator dari imitasi  dan derajatnya lebih rendah daripada pengrajin.
Kelebihan dari teori imitasi: teori ini bisa digunakan untuk menilai karya yang realistik, yaitu karya seni yang mirip, atau sesuai dengan kenyataan yang kita indrai.
Kekurangan teori imitasi :
  • Latar belakang subjek (seniman) dianggap tidak berpengaruh terhadap karyanya.
  • Kemiripan antara karya dengan realitas tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena realitas itu sendiri dilihat dari perspektif yang berbeda-beda.







BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Keindahan disebut juga dengan keindahan seni merupakan pengutaraan isi jiwa atau perasaan sang penciptanya. Isi jiwa manusia dapat berbentuk rasa indah, rasa lucu (kosmis), rasa sedih (tragis), rasa gaib (magic), dan sebagainya.
            Perkembangan estetika klasik barat seni berhubungan dengan konsepsi rasionalitas atau disebut MIMESIS dalam bahasa Yunani.

 











DAFTAR PUSTAKA

                    ,2014,
http://www. duniapelajar.com/2014/07/19/pengertian-estetika-menurut-para-ahli/, diakses tanggal  7 Oktober 2015
                    ,2013, http://dkv.binus.ac.id/2013/05/15/theory-and-critique-platos-mimesis-theory/, diakses tanggal  7 Oktober 2015






           

2 komentar: